Penemu Fondasi Sarang Laba-laba

28 Februari 2009 0 komentar

Insinyur Sutjipto, penemu teknik fondasi sarang laba-laba, ini lebih populer sebagai politisi ketimbang bidang konstruksi keahliannya. Nama pria kelahiran Trenggalek ini mencuat kepermukaan saat terjadinya konflik dalam tubuh PDI Jawa Timur. Sutjipto memilih mendukung DPP PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri. Pilihan ini mengantarkannya menjabat Sekjen PDI-Perjuangan dan Wakil Ketua MPR 1999-2004.

Mantan bendahara DPD PDI Jawa Timur ini menjadi Ketua PDI Jawa Timur menurut SK 043 yang dikeluarkan Megawati Soekarnoputri, menggantikan Latief Pudjosakti. Kubu Latief yang "berpihak" pada pemerintah Orde Baru menolak pengangkatan Sutjipto. Jadilah kepengurusan ganda DPD Jawa Timur. Sutjipto yang berlatar ''pekerja intelektual'' ini sesungguhnya orang yang cukup berpengaruh dalam sukses PDI Jawa Timur menambah lima kursi tambahan pada Pemilu 1992 sebelumnya.

Ia pun memimpin kader dan simpatisian PDI di Jawa Timur melawan campur tangan pemerintah dalam tbuh PDI. Dia pun memindahkan markas PDI ke kantor CV Bumi Raya, perusahaan jasa konstruksi miliknya. Sebab kantor lama masih dikuasai kubu Latief Pudjosakti. Sebuah bentuk perlawanan kepada pemerintah yang otoriter sekaligus sebagai wujud dukungan kepada kepemimpinan Megawati yang didukung oleh arus bawah.

Pilihannya membela dan menjunjung demokrasi itu, telah mengantarkan lulusan Insitut Teknologi Surabaya (ITS) yang kemudian menemukan teknik fondasi sarang laba-laba, ini menjadi seorang politisi kaliber nasional. Ahli konstruksi yang temuannya antara lain dipakai di Bandara Hang Nadim, Batam, ini akhir lebih mengalir bicara politik ketimbang bidang konstruksi yang juga digelutinya.

Memang, kehidupan politik (berorganisasi) bukan hal baru baginya. Sejak di SMA tahun 1964, ia sudah aktif di Gerakan Siswa Nasional Indonesia. Kemudian saat kuliah di ITS, ia aktif di Komisariat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia,hingga menjabat menjabat wakil sekretariat GMNI Jawa Timur (1971). Pada tahun 1986, ia pun mulai aktif di PDI. Lalu, dua tahun kemudian terpilih sebagai bendahara PDI Jawa Timur.

Aria Bima: Andi Mallarangeng Emosional

27 Februari 2009 0 komentar

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Aria Bima menilai pernyataan juru bicara Kepresidenan Andi Malarangeng yang meminta agar Megawati Soekarnoputri berhenti menyerang kebijakan pemerintah sebagai emosional dan sesat pikir.

"Sebagai doktor ilmu politik lulusan universitas terkemuka di Amerika, Andi harusnya tahu persis bahwa memang menjadi tugas PDI Perjuangan sebagai partai oposisi untuk menunjukkan berbagai kekurangan pemerintah yang berkuasa," kata Aria Bima.

Seperti diberitakan, ketika menyampaikan pidato pembukaan Rakernas ke-IV PDI Perjuangan di Solo, Selasa lalu, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati melontarkan sejumlah kritik atas kebijakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Yusuf Kalla.

Kriti itu kemudian mendapat berbagai tanggapan, di antaranya datang dari Andi Malarangeng.

Aria yang juga Ketua Bidang Pengawasan Fraksi PDI-P menegaskan, jika PDI-P tidak menjalankan perannya untuk mengawasi kinerja pemerintah, sama saja telah melalaikan amanat rakyat untuk menjadi pengimbang kekuasaan pemerintah (balance of power).

"Jika kekuasaan tidak senantiasa diawasi, tidak selalu dikritisi, akibatnya cenderung diselewengkan seperti masa Orde Baru. Dikritisi saja masih diselewengkan, apalagi tak diawasi," katanya.

PDIP Tidak Ingin Disalahkan Sehubungan Iklan Misterius

0 komentar

Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo menolak partainya disalahkan dalam kasus iklan misterius. Menurut orang dekat Megawati ini, PDIP selalu bertanggung jawab dan berani jika memasang iklan.

PDI Perjuangan kalau memasang iklan di media atau televisi pasti ada logo PDI Perjuangan dan foto capres Ibu Megawati. Kita berani, bertanggung jawab dan gentle,” kata Tjahjo Kumolo.

Menurut Ketua FPDIP DPR ini, iklan misterius yang berisi mengenai kritik kepada tokoh dan capres tertentu itu merupakan gambaran suara rakyat secara umum. Karenanya meski iklan itu bukan berasal dari partainya, dia tetap dapat memahami.

PDI Perjuangan memang partai oposisi yang selalu kritis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Jadi kalau ada pernyataan dalam bentuk apa pun yang kebetulan sama dengan isi hati dan sikap PDIP Perjuangan, ya itulah realitas kondisi masyarakat Indonesia,” kata Tjahjo.



TJAHJO KUMOLO; RUU Rahasia Negara Ancam Transparansi

0 komentar

RUU Rahasia Negara dikembalikan DPR kepada pemerintah. Itu langkah bagus, namun perlu sejumlah catatan terkait perbaikan draf RUU tersebut. Mengapa? Dalam draf RUU Rahasia Negara dinyatakan bahwa ”Rahasia negara adalah informasi yang secara resmi ditetapkan untuk mendapatkan perlindungan melalui suatu mekanisme kerahasiaan yang diselenggarakan berdasar ketentuan undang-undang yang berlaku dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dan rasional untuk mencegah atau menghadapi berbagai hal yang secara objektif dapat mengancam kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Pihak yang berwenang menentukan rahasia atau tidaknya sebuah informasi merujuk pada ketentuan rahasia negara ditentukan oleh pimpinan instansi dan diselenggarakan oleh aparat negara yang melaksanakan kegiatan menyangkut operasi militer, teknologi persenjataan, kegiatan diplomatik, kegiatan intelijen, dan kegiatan pengembangan kriptografi. Sepintas, kalau kita perhatikan klausul tersebut, tidak ada masalah dengan RUU Rahasia Negara. Namun, secara keseluruhan, ada masalah serius dalam RUU Rahasia Negara yang diajukan pemerintah ke DPR.

Setidaknya, RUU tersebut sangat berpotensi menghambat pemberantasan korupsi. Draf RUU Rahasia Negara usulan pemerintah mendefinisikan istilah rahasia negara terlalu luas, bahkan juga mengatur kerahasiaan birokrasi, dan mengarah pada perlindungan untuk kepentingan politis. Dengan kata lain, RUU itu bertendensi menjadi aturan hukum yang tidak hanya mengatur kerahasiaan negara, tapi juga kerahasiaan birokrasi dan politik. Kalau birokrasi dan politik dilindungi UU Rahasia Negara, jelas tidak mungkin lembaga independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa memonitor indikasi pelanggaran di tubuh institusi tersebut.


Tidak Mencakup Birokrasi

Seharusnya, UU Rahasia Negara tidak mencakup birokrasi dan politik karena birokrasi harus transparan, dapat dipantau publik kapan pun. Kalau RUU itu dipertahankan, birokrasi dan politik kita akan sama dengan keadaan birokrasi dan politik di negara komunis atau negara totaliter.

Padahal, kita ini menganut sistem demokrasi. Artinya, asas transparansi dan pertanggungjawaban publik harus ditegakkan. Birokrasi adalah lembaga publik yang harus terbuka terhadap kontrol publik. Selama ini, kita sudah lelah membahas bagaimana membangun birokrasi modern yang benar-benar transparan, bersih, akuntabel, dan profesional. Pembenahan birokrasi adalah langkah penting menuju terbentuknya apa yang kita namakan pemerintah bersih (clean government) dan tata pemerintahan yang baik (good governance).

Tapi, kalau RUU Rahasia Negara melindungi birokrasi dari pengawasan publik, dengan dalih ”rahasia negara”, kita tidak akan mencapai hasil yang optimal dalam membenahi birokrasi yang carut-marut. Pemerintah harus kembali pada prinsip pokok bahwa birokrasi harus transparan dan terbuka bagi publik untuk mengawasi. Selain itu, politik harus terbuka, tidak malah ditutup-tutupi oleh UU Rahasia Negara. Publik akan menebak bahwa RUU Rahasia Negara ini akan melindungi koruptor politik. Apalagi, suhu politik sedang panas menjelang Pemilu 2009.

Pembacaan publik akan mengarah pada kepentingan pemilu. Karena itu, kalau Komisi I DPR tidak berhati-hati, mereka akan terjebak membahas RUU yang substansinya bermasalah. Kita sudah sepakat mendorong demokrasi dengan mengecilkan sumber dan efek dari korupsi. Kalau RUU Rahasia Negara kemudian mencakup politik, itu berarti kita mengingkari semangat reformasi. Entah berapa koruptor akan terselamatkan karena dilindungi oleh ketentuan mengenai rahasia negara.


Mengamputasi UU

Kelemahan lain RUU Rahasia Negara adalah ada potensi mengamputasi UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Seharusnya, RUU Rahasia Negara tidak boleh melanggar prinsip-prinsip kebebasan mendapatkan informasi yang diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik. Tapi, dengan draf yang sekarang, UU KIP praktis tidak akan bisa diterapkan kalau materi RUU Rahasia Negara seperti yang tertuang dalam draf yang diusulkan pemerintah.

Setelah perbaikan nanti, nuansa macam itu harus hilang. Karena itu, untuk menyelaraskan maksud dan tujuan penegakan hukum ke depan, tidak ada jalan lain selain Komisi I DPR yang menangani RUU Rahasia Negara mencermati lebih serius, tidak hanya menolak draf usulan pemerintah tersebut. Komisi I DPR harus terus mempelajari draf perbaikan kalau nanti pemerintah menyerahkan kembali ke DPR untuk dibahas lebih lanjut. Selama ini, kalangan aktivis menuduh RUU Rahasia Negara sebagai ”hantu demokrasi”. Ada benarnya. Sebab, ada kecenderungan RUU itu akan memengaruhi terjadinya penyelewengan kekuasaan.