Suku Dayak dan Banjar, Dominasi Pertarungan Politik di Kalteng

01 Maret 2009

DAERAH Pemilihan (Dapil) Kalimantan Tengah (Kalteng) terdiri dari Kabupaten Kota Waringin Barat (Kobar), Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan (Barsel), Kabupaten Barito Utara (Barut), Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Barito Timur (Bartim), Kabupaten Murung Raya (Mura), dan Kota Palangkaraya. Untuk Dapil Kalteng diperebutkan sekitar enam kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).


Selama ini, paling tidak sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) 1999, Partai Golkar selalu mendominasi perolehan suara di Dapil Kalteng. Setelah Pemilu 1999, gantian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang unggul di tempat tersebut. Namun sebagaimana daerah lain, di Pemilu 2004, partai berlambang pohon beringin kembali berhasil mengungguli saingan abadinya tersebut. Pertanyaan dan persoalannya adalah apakah PDIP akan mampu merebut kembali dominasi Partai Golkar di Pemilu 2009? Bagaimana dengan peluang partai-partai lain?

***

PENDUDUK Kalteng terdiri dari beberapa etnis. Etnis terbesar adalah Dayak, sekitar 41 persen. Berikutnya etnis Banjar, sekitar 24 persen, dan Jawa sekitar 18 persen. Sisanya dibagi bermacam etnis, seperti Madura, Batak, Minang, Tionghoa, dan lainnya. Agama yang dianut masyarakat Kalteng juga beragam, Islam, Kristen, Katholik, Buddha, Hindu, Khong Hu Cu, dan aliran kepercayaan lainnya.


Karakteristik masyarakat Kalteng pada dasarnya hampir mirip dengan Kalbar. Dalam berpolitik, masyarakat Kalteng juga nyaris tidak jauh berbeda dengan Kalbar. Ini disebabkan pengaruh etnis Dayak yang sangat memahami dan menjaga kemajemukan. Dalam berpolitik, masyarakat Dayak tidak fanatik. Mereka lebih cenderung melihat kenyataan. Demikian pula dalam memandang agama dan beragama, mereka lebih melihat kepada manusianya.


Tentang ketidakfanatikan masyarakat Kalteng dalam berpolitik dapat kita lihat dari hasil Pemilu maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Meskipun Partai Golkar dan PDIP hampir selalu berjaya di wilayah tersebut. Namun bukan berarti jago yang mereka usung akan dengan mudah memenangkan Pilkada. Juga dalam soal agama, meskipun di suatu daerah jumlah penduduk beragama Kristen cukup banyak, misalnya Kabupaten Gunung Mas; bukan berarti jago yang beragama Kristen akan memenangkan Pilkada di tempat tersebut.


Kemenangan Pilkada di daerah-daerah yang didiami etnis Dayak lebih banyak ditentukan oleh karakter calon bersangkutan. Tidak peduli apakah dia Partai Golkar, PDIP, PPP, PKS, PAN, maupun Partai Damai Sejahtera (PDS) dan lainnya. Juga tidak peduli apakah calon bersangkutan beragama Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katholik, Khong Hu Cu, dan lainnya. Kalau karakter si calon dianggap tidak pantas untuk menduduki jabatan bupati/walikota, mungkin karena karakternya yang jelek atau track record-nya yang kurang bagus. Jangan harap akan dipilih rakyat Kalteng.
***


BERDASARKAN asumsi tersebut, maka pertarungan politik di Dapil Kalteng pada Pemilu 2009 akan sangat menarik dan seru. Mengapa? Dengan tata cara dan sistem Pemilu yang diterapkan sekarang, memungkinkan setiap partai politik --sebanyak 38 partai politik-- peserta Pemilu mempunyai peluang untuk memenangkan suara dan menempatkan calonnya duduk menjadi anggota dewan.


Jika benar apa yang digambarkan banyak antropolog dan pengamat politik tentang karakter masyarakat Dayak yang sangat demokratis. Maka kemungkinan akan terjadi banyak kejutan di Pemilu 2009, terutama di Dapil Kalteng ini. Misalnya, sejumlah partai ternama terpaksa harus gigit jari, lantaran ditinggalkan para pendukungnya. Karena masyarakat akan lebih memilih calon legislatif yang berkarakter daripada mencontreng calon legislatif yang tercela.


Kondisi semacam itu bukan mustahil akan terjadi, jika para pimpinan partai politik tidak tanggap terhadap sifat atau karakter masyarakat setempat. Kemudian mereka memasang calon legislatif sekenanya karena imbalan sesuatu atau karena kedekatan. Demikian sebaliknya, partai-partai kecil atau yang selama ini dipandang sebelah mata, dapat saja memenangkan pertarungan politik, jika mereka mampu memanfaatkan peluang tersebut.


Memanfaatkan peluang yang dimaksud, misalnya partai-partai kecil itu mampu menempatkan calon legislatif yang bagus karakternya. Calon tidak tercela atau tidak memiliki catatan kriminal lainnya. Pandai bermasyarakat dan dikenal masyarakat pemilihnya. Pantas ditauladani dan citra bagus lainnya. Maka kemungkinan partai tersebut meraih suara sangatlah besar. Pertanyaannya apakah peluang semacam itu sudah ditangkap kalangan partai politik?
***


DILIHAT dari susunan calon legislatif yang terpampang di Dapil Kalteng, tampaknya sejumlah partai, terutama partai besar, belum memanfaatkan sifat dan karakter masyarakat pemilih setempat. Bahkan mereka sepertinya masih terjebak kepada eforia Pemilu 2004, yakni nama besar seseorang dianggap mampu mendulang suara. Misalnya, PDIP yang menempatkan nama Sabam Sirait pada nomor urut satu calon legislatif di Dapil Kalteng. Sabam justru menggusur nama tokoh local --asal Kabupaten Lamandau-- Asdy Narang, SH yang ditempatkan di nomor urut dua calon legislatif.


Kemudian Partai Golkar memasang nama tokoh per-TV-an Indonesia, Chris Kelana pada nomor urut empat calon legislatif Dapil Kalteng. Di atas Chris Kelana ada nama lokal namun yang bersangkutan ternyata lebih banyak tinggal di Jakarta, seperti Dra Hj Chairun Nisa, MA yang ditempatkan pada nomor urut satu calon legislatif dan Dr HM Thamrin Noor, SH yang dipasang di nomor urut dua calon legislatif.


Jejak yang sama diikuti PKS yang menempatkan Ir H Antang Dwi Darsono asal Depok di nomor urut satu calon legislatif Dapil Kalteng. PAN menempatkan Nurul Fallah Eddy Pariang asal Jakarta Timur pada nomor urut satu calon legislatif Dapil Kalteng. PKB menempatkan Ir R Moh Hari Presiddha Ngartjojo asal Jakarta Selatan di nomor urut satu calon legislatif Dapil Kalteng.


Sementara Partai Demokrat lebih percaya memasang tokoh lokal dalam mendulang suara di Pemilu 2009. Partai yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut menempatkan Didik Salmijardi asal Palangkaraya pada nomor urut satu calon legislatif Dapil Kalteng. Partai baru yang mampu melihat peluang di Kalteng adalah Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Partai pimpinan Wiranto tersebut menempatkan Drs HA DJ Nihin asal Palangkaraya pada nomor urut satu calon legislatif Dapil Kalteng.


Saingan Partai Hanura, yakni Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) justru lebih percaya kepada calon asal Jakarta, yakni Ir Taslim Azis yang ditempatkan di nomor urut satu calon legislatif Dapil Kalteng. PKPI memasang tokoh lokal yang sekarang tinggal di Tangerang, Brigjen TNI (Pur) Viktor Phaing di nomor urut satu calon legislatif Dapil Kalteng.


Jadi siapakah yang akan menangkan Pemilu 2009? Bisakah PDIP merebut kembali kemenangannya? Untuk menjawab soal siapakah yang akan memenangkan Pemilu 2004, tampaknya semakin sulit diprediksi. Demikian pula, apakah PDIP akan mampu merebut kembali suaranya yang hilang di Pemilu 2004, tampaknya juga tidak mudah. Karena apa saja dapat terjadi pada Pemilu dengan sistem dan model seperti saat ini

0 komentar:

Posting Komentar